psht.id – Pengurus PSHT Cabang Kota Magelang menyelenggarakan Saresehan warga sekaligus pelaksanaan Ujian Kenaikan Tingkat (UKT) bagi para siswa Prapolos 22 , Polos ke Jambon 17, Jambon ke hijau 28 dan hijau ke putih 3 bertempat di MAN 1 Kota Magelang Jl.Raya Payaman Secang, pada hari (13/2/2022).
Turut hadir dalam Saresehan dan Ujian Kenaikan Tingkat para Warga Tk.II, Pengurus Cabang dan segenap Ketua Ranting beserta Jajaranya, diantara peserta UKT ada siswa dari anak Papua yang kebetulan sekolah di Kota Magelang.
Dalam upacara pembukaan Sebelum pelaksanaan Ujian Kenaikan Tingkat bertindak sebagai komandan Apel sdr Purwanto yang merupakan anggota organic Rindam IV Diponegoro dan Pembina Apel Sdr Dedy Fachrudin selaku Pembina Pencak silat di MAN 1 Kota Magelang.
Kang mas Dedy dalam amanatnya menyampaikan, “bahwa Ujian Kenaikan Tingkat merupakan sebuah tradisi yang harus dilewati oleh siswa untuk kenjenjang yang lebih tinggi yang selanjutnya bisa menjadi Warga/Anggota PSHT”.
Dan Kang mas Dedy berpesan agar junjung tinggi sportifitas dan melaksanakan dengan penuh tanggung jawab, pungkas beliau.
Disisi lain para siswa mengikuti proses penilaian kenaikan tingkat bagi para warga yang tidak memiliki tugas untuk menguji, mengikuti saresehan dengan pemateri para sesepuh tingkat II. Dalam kesempatan itu turut dimohon hadir Kangmas Ir Nurhadi Abas, Kangmas Ir Partono, Kangmas Sri Hendro Setyanto dan Kangmas Tri Hendra P, M.Pd yang dalam kesempatannya Kang mas Ir Partono menekankan, “bahwa akan pentingnya Aplikasi Budi Luhur sebagai bagian dari laku kehidupan yang dijalani bagi para warga sebagai seorang pendekar yang tahu benar dan salah”.
Sessi berikutnya Kangmas Hendro menambahkan, “bahwa para warga yang sudah menyandang predikat dan mengenakan mori itu artinya bahwa perilakunya harus bisa menjadi contoh adik-adik siswa dan contoh bagi masyarakat dimana dilambangkan mori yang mengingatkan kita bahwa pada saatnya semua orang akan kembali kepada Sang Khalik maka ada pepatah gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan budi atau nama baik yang akan selalu dikenang kebaikannya”. (Dixgayeng)