Persidangan dengan agenda pemeriksaan alat bukti para pihak digelar dengan kehadiran lengkap. Hadir Penggugat, Pak Moerjoko dan Pak Tono Suhariyato yang diwakili oleh kuasa hukumnya.

Dari pihak Tergugat, hadir Kementerian Hukum RI yang dikuasakan oleh pegawai atau bagian hukum. Sementara dari pihak intervensi PSHT hadir kuasanya, yakni Mohamad Samsodin, S.HI., M.H., Welly Dani Permana, S.H., M.H., dan Bambang Supriyanta, S.H., M.H.

Agenda persidangan tersebut kemudian ditunda karena Penggugat mengunggah bukti tanpa mencantumkan kode bukti. Hakim menyarankan agar kuasa penggugat mengunggah ulang dokumen tersebut.

Welly Dany Permana, S.H., M.H., didampingi Bambang Supriyanta, S.H., M.H., menyampaikan kepada awak media bahwa kehadiran pihaknya merupakan kali pertama dalam perkara nomor 321 di PTUN Jakarta, bertindak sebagai kuasa hukum PSHT yang sah secara hukum dan masuk sebagai pihak intervensi atas gugatan Pak Moerjoko dan Tono Suhariyanto.

Ia menjelaskan bahwa pokok perkara tersebut adalah pencabutan badan hukum Pak Moerjoko oleh Menteri Hukum RI sejak 1 Juli 2025.

Di tempat terpisah, awak media menemui Mohamad Samsodin, S.HI., M.H., yang saat itu sedang santai sambil menikmati kopi. Ia menyampaikan bahwa gugatan Pak Moerjoko terhadap PSHT sudah terjadi berkali-kali dan hasilnya selalu kalah, bahkan peninjauan kembali kedua pun telah ditolak.

“Hal ini dipertontonkan terus di depan anggota Persaudaraan Setia Hati Terate. Pertanyaannya, apakah tidak ada cara lain selain menggugat di pengadilan!” ujarnya.

Ia melanjutkan,
“Organisasi kita jelas persaudaraan, apa tidak lelah delapan tahun ini perang di meja pengadilan? Namun kami sangat menghargai beliau-beliau yang berjuang mencari keadilan. Tapi sepatutnya dipertimbangkan lagi. Atau ada sesungguhnya siapa di balik layar kegaduhan PSHT ini?” pungkasnya.