Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan permohonan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) untuk menjadi pihak intervensi dalam perkara nomor 321/Pdt.G/2025/PTUN.JKT atas gugatan yang diajukan oleh Drs. Moerjoko H.W dan Ir. Tono Suhariyanto terhadap Menteri Hukum Republik Indonesia.
Gugatan tersebut berkaitan dengan surat keputusan Menteri Hukum RI mengenai pembatalan badan hukum penggugat, yakni Drs. Moerjoko H.W dan Ir. Tono Suhariyanto
Kuasa hukum PSHT, Welly Dany Permana, S.H., M.H., menjelaskan bahwa PSHT dalam perkara ini diwakili oleh Ketua Umum Dr. Ir. Muhammad Taufiq, S.H., M.Sc. dan Sekretaris Umum Ir. Purwanto Budi Santoso, M.H., yang berpusat di Madiun.
“Langkah PSHT untuk menjadi pihak intervensi sudah tepat secara hukum, karena kami merupakan pihak yang memiliki hubungan langsung dan kepentingan hukum terhadap objek sengketa,” ujar Welly Dany Permana.
“Penetapan ini tercantum dalam perkara nomor 321/Pdt.G/2025/PTUN.JKT tanggal 5 November 2025,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa keputusan Menteri Hukum dalam menerbitkan badan hukum organisasi PSHT sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.

Kementerian, menurut Welly, telah melaksanakan isi putusan sebagaimana penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tertanggal 26 Februari 2024, yang salah satunya mengabulkan permohonan pemulihan eksekusi badan hukum yang diajukan oleh Dr. Ir. Muhammad Taufiq, S.H., M.Sc. berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI dalam Peninjauan Kembali (PK) Nomor 68 PK/TUN/2022.
Sementara itu, Kuasa Hukum PSHT, Mohamad Samsodin, S.HI., M.H., menyampaikan bahwa pihaknya menghormati langkah hukum yang ditempuh Drs. Moerjoko H.W. dan Ir. Tono Suhariyanto terhadap Menteri Hukum RI.
“Kami menghormati hak setiap warga negara untuk mencari keadilan. Namun seyogianya, gugatan seperti ini bisa dipertimbangkan kembali. Mengapa PSHT selalu diusik terus? Biarkan PSHT fokus pada ajaran, nilai budi luhur, dan pengabdian kepada negara,” ujar Samsodin.
Ia menambahkan, gugatan yang meminta pencabutan Keputusan Menteri Hukum RI Nomor AHU-06.AH.01.43 Tahun 2025 seharusnya tidak perlu terjadi bila semua pihak menempatkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi.
“Sudah sembilan tahun PSHT diuji oleh oknum yang dengan sengaja menciptakan konflik organisasi hingga berkepanjangan. Apakah tidak ada cara lain selain harus berhadapan lagi di meja pengadilan?” pungkas Samsodin.